-->

Era Islam di Perairan Selat Malaka

BATU BARA WILAYAH LINTAS PERDAGANGAN MANCANEGARA

Pecahan keramik eropa dan tembikar ditemuka tedampar di pantai Bogak dan pantai Bagan Luar Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara, hingga kini pemandangan tersebut sering ditemukan, diperkirakan usia temuan ini mencapai 100 hingga 300 tahun yang lalu. (foto. taufik abdi hidayat)
KAMPONGMUSEUM-(BATUBARA)
    Sejak temuan uang koin dari sejumlah negara di kawasan Pantai Bagan Luar Kelurahan Bagan Arya dan Pantai Bogak Desa Bandarrahmad beberapa tahun lalu, dan pecahan keramik serta tembikar buatan eropa era perdagangan kuno menjelaskan pakta bahwa massa era perdagangan Batu Bara
 diperkirakan dimulai sekitar abad 16 telah melakukan perdagangan domestik hingga manca negara.
    Pasalnya, temuan koin mata uang dari berbagai negara luar seperti, negeri trumon, Singapura, Malaysia, Turki, Inggris, Belanda, Arab Saudi, Tingkok, Thailand, dan Brunei, sekitar abad 16, 17, 18 dan abad 19 awal di Pantai Bogak kawasan Kedatukan Bogak dan pantai Bagan Luar Kedatukan Lima Laras, merupakan simbol adanya aktifitas perdagangan di kawasan pintu gerbang perdagangan Batu Bara ke luar jalur laut Selat Malaka.
    Fakta lainnya, Tahun 1823 Deli dan Batu Bara telah menjalin hubungan perdagangan. Kedua daerah tersebut mengimpor barang dari Eropa melalui beberapa daerah. Dari Penang, Malaka, dan Singapura dengan cara impor pakaian, senjata, logam, keramik dan sebagainya.
    Kemudian, dari daratan Tiongkok diantaranya berupa sutra, keramik, benang emas, teh dan lainnya. Dari Trengganu komoditas importnya berupa pakaian bersulam benang emas. Pada arah sebaliknya pedagang-pedagang dari luar membawa hasil pertanian seperti sayuran, gambir, tembakau, beras, kemenyan, damar, rotan dan lainnya menjadi pemandangan menarik dan masih ada masyarakat yang menyimpan benda peninggalan sejarah tersebut.
    Adapun garam kemungkinan didatangkan dari Jawa atau India Selatan. Hal tersebut sesuai dengan pemberitaan seorang pegawai pemerintah Belanda pada tahun 1860-an di Batu Bara, bahwa beratus-ratus penduduk pedalaman Sumatera Utara turun ke pesisir membeli garam. Komoditas ini dimonopoli para Datuk di wilayahnya masing-masing.

Sejumlah uang koin diberbagai negara ditemukan didasar tanah dan sebagian terdampar terkena abrasi pantai Bogak dan pantai Bagan Luar Kecamatan Tanjung Tiram. (foto.taufik abdi hidayat)

Perdagangan antara Batu Bara dengan penduduk pedalaman sempat terhenti pada tahun 1864. Hal itu disebabkan penduduk pedalaman takut dijadikan budak yang diperjualbelikan ke Selangor dan Perak oleh penguasa pesisir.
    Kondisi itu mendorong kontrolir Belanda, saat itu adalah Cats Baron de Raet, mengupayakan agar para penguasa kembali menjalin hubungan dengan pedalaman setelah ekspedisi militer ke Kesultanan Asahan dijalankankan pada tahun 1865.
Pada kisaran abad ke-15 hingga 16 wilayah Asia Tenggara menjadi pemeran penting dalam perdagangan dunia, cengkeh, pala, lada dan kayu cendana yang dihasilkan merupakan komoditas utama dalam perdagangan antar benua geografinya memungkinkan banyak terlibat dalam perdagaagan maritim, sistem politiknya sangat terbuka bagi pengaruh dari luar.
    Kondisi ini menjadikan ekonomi negara-negara besar dan kecil menjadi makmur, kota-kota bermunculan, daerah tertentu di Asia Tenggara beralih menganut agama besar dan" animisme dan sebagian besar penduduknya bergantung kepada perdagangan internasional untuk sumber hidup, pakaian bahkan makanan.     Pada kisaran abad ke-17 perdagangan dunia dikuasai oleh VOC (Vereenigde Oost Indisce Compagnie) terutama dalam perdagangan rempah-rempah sehingga para pedagang Eropa dan Asia Tenggara banyak dirugikan. Kota kota dagang di Asia Tenggara kehilangan tempatnya dalam perdagangan dunia ataupun dalam masyarakatnya sendiri hingga abad ke 18 masehi.  Perdagangan yang dilakukan pada kisaran abad-abad tersebut diatas menggunakan jenis kapal-kapal tertentu yang kerap dikatakan berasal dan' Asia Tenggara, Austronesia atau Melayu Polinesia.
    Kapal-kapal tersebut sering disebut perahu dengan ciri yang paling tampak adalah sebuah lunas, sebuah lambung yang dibentuk dengan menyambungkan papan-papan pada lunas dan kemudian saling disambungkan dengan pasak kayu, tanpa mengunakan paku besi atau kerangka.
    Jenis perahu itu juga pernah di temukan dikawasan Pantai Bogak Tahun 2009 yang pada masa itu merupakan kawasan Kedatukan Bogak atau dikenal suku dua. Perahu tersebut disebut jenis perahu serumpu berusia 300 tahun atau sekira abad 16.
Haluan dan buritan sama-sama menonjol dua kemudi seperti dayung dan bentuk layar segi empat.
    Deskripsi tersebut merupakan kapal barang kecil yang sangat praktis, papan-papan yang dipasak lebih rapat dibandingkan dengan papan yang dipaku pada kerangka, dan itu terus dibuat di diberbagai tempat di Indonesia.
    Khususnya temuan perahu serumpu yang ditemukan di perairan Selat Malaka yakni dibibir Pantai Bogak yang dahulunya merupakan kawasan bandar atau dikenal Bandarrahmadsyah Bogak pada Tahun 2009 lalu menjelaskan fakta bahwa perahu ini sebelumnya pernah dugunakan sebagai alat transportasi perdagangan laut.
    Didukung dengan temuan uang koin dari berbagai negara ini memberikan informasi faktual bahwa wilayah perairan laut Batu Bara khususnya kawasan Sei Batu Bara Kanan dan Sei Batu Bara Kiri terminal laut internasional dalam aktifitas perdagangan antar negara dan domestik.(taufik abdi hidayat)

1 Response to "Era Islam di Perairan Selat Malaka "

Tinggalkan komentar dengan bijak tidak berbau pornografi dan aksi,sara dan berbau politik

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel